1. Pengertian
Analisis Rasio Keuangan atau Financial
Ratio adalah merupakan suatu alat analisa yang digunakan oleh perusahaan untuk
menilai kinerja keuangan berdasarkan data perbandingan masing-masing pos yang
terdapat di laporan keuangan seperti Laporan Neraca, Rugi / Laba, dan Arus Kas
dalam periode tertentu.
Menurut
Irawati (2005 : 22) rasio keuangan merupakan teknik analisis dalam bidang manajemen
keuangan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi keuangan suatu perusahaan
dalam periode tertentu , ataupun hasil-hasil usaha dari suatau perusahaan
pada satu periode tertentu dengan jalan membandingkan dua buah variabel yang
diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca maupun laba rugi.
2. Jenis-Jenis Rasio Keuangan
Menurut Rahardjo (2007 : 104) rasio keuangan perusahaan
diklasifikasikan menjadi lima kelompok, yaitu :
- Rasio Likuiditas (liquidity ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek.
- Rasio Solvabilitas (leverage atau solvency ratios), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
- Rasio Aktivitas (activity ratios), yang menunjukkan tingkat efektifitas penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan.
- Rasio Profitabilitas dan Rentabilitas (profitability ratios), yang menunjukka tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva.
- Rasio Investasi (investment ratios), yang menunjukkan rasio investasi dalam surat berharga atau efek, khususnya saham dan obligasi.
3. Contoh Kasus Rasio Keuangan
A. Rasio Profit Margin On Sales
Rasio Profit Margin on Sales—atau sering disebut “Return on Sales”
(ROS)—adalah angka perbandingan antara Laba Bersih (Net Profit) dengan
Penjualan Netto (Net Sales). Sehingga formulanya:
1. Rasio Profit Margin On Sales =
Laba Bersih / Penjualan Netto
Dalam kasus PT. JAK, dengan menggunakan Laporan Laba/Rugi di atas,
menjadi:
Rasio Profit
Margin on Sales = Rp 979,000,000 / 10,907,000,000 = 9%Artinya apa?
Interpretasi: Untuk setiap Rp 1 dari penjualan netto yang dihasilkan, laba
bersih yang tersisa hanya Rp 0.09. Sedangkan yang Rp 0.91 habis untuk menutup
HPP, biaya operasional dan pajak. Dengan kata lain, dari total penjualan netto
yang dihasilkan, PT JAK hanya menyisakan 9% laba bersih. Sedangkan 91% nya
habis untuk menutup HPP, Biaya Operasional dan Pajak.
· Bagaimana
solusinya?
Sama seperti rasio
sebelumnya—relatif, tergantung berapa benchmark untuk bidang usaha sejenis.
Sebagai ilustrasi, katakanlah benchmark Rasio Profit Margin On Sales untuk
bidang usaha sejenis adalah 20% sementara Rasio nya JAK kurang dari separuhnya
(hanya 9%). Artinya ini sejalan dengan Rasio Gross Margin on Sales-nya yang
juga rendah. Hanya saja ruang penelusuran menjadi lebih luas karena bisa jadi
inefisiensi terkjadi juga di wilayah biaya operasional.
B. Current Ratio
Seperti namanya, mengukur tingkat likuiditas dengan “current
ratio” artinya anda membandingkan antara “current asset” (=aset lancar) dengan
“current liabilities” (=liabilitas lancar). Sehingga formulanya:
Current Ratio = Aset Lancar / Utang Lancar
Pada Neraca PT. JAK di atas, total nilai Aset Lancarnya adalah Rp
2,428,000,000. Sedangkan total nilai Utang Lancarnya Rp 4,020,000,000.
Sehingga:
Current Ratio
PT. JAK = 2,428,000,000/Rp 4,020,000,000 = 0.60Catatan: Contoh Neraca di atas sangat sederhana, item aset lancar dan utang lancar yang tercantum sangat sedikit. Pada kenyataannya bisa sangat banyak. Namun intinya, aset yang diperkirakan bisa dikonversikan menjadi kas dalam jangka pendek sudah masuk ke dalam kelompok aset lancar. Di sisi lainnya, kewajiban apapun yang akan jatuh tempo dan harus dibayar dalam jangka pendek tergolong utang lancar. Dan, “jangka pendek” di sini maksudnya maksimal 1 tahun buku.
Jadi, current ratio PT JAK = 0.60 (bisa juga dibaca “60 persen”). Apa artinya?
Bagaimana Solusinya?
Ini skor rasio yang tak sehat. Jikapun semua aset lancar bisa
“dicairkan” menjadi kas (dijual misalnya), PT JAK saat ini hanya punya Rp 0.60
untuk membayar setiap Rp 1 utang lancarnya yang akan jatuh tempo dalam waktu
kurang dari 1 tahun buku. Atau, bisa dikatakan, hasi penjualan seluruh aset
lancar PT JAK hanya mampu menutup 60 persen dari total utang lancarnya yang
akan jatuh tempo dalam jangka pendek.
Tidak ada satu angka pasti untuk ini. Sangat tergantung pada
kepentingan. Umumnya, current ratio yang ideal—setidaknya menurut bank dan
lembaga keuangan yang biasa menydiakan fasilitas kredit—ada pada kisaran antara
2.00 hingga 3.00 (=200 hingga 300%). Rasio minimal yang bisa diterima ada pada
kisaran antara 1 hingga 1.5 (=antara 100 hingga 150%.) Bagi manajemen
perusahaan, ideal tak idealanya rasio likuiditas tergantung target yang hanya
mereka sendirilah yang paling tahu. Jika targetnya memang hanya 0.60 (karena
tahun sebelumnya hanya 0.40 misalnya) berarti tujuan tercapai.
Yang pasti jangan berpikir makin likuid perusahaan makin bagus.
Sebab sangat mungkin lukuiditas yang tinggi justru mencerminkan pengelolaan kas
yang buruk (perusahaan hanya cari aman sementara membiarkan peluang bisnis
bagus lewat begitu saja).
SOLUSI…
PT JAK dalam kondisi kekurangan likuiditas. Yang bisa dilakukan oleh PT JAK adalah sbb:
- Berupaya untuk menghindari berbelanja tunai; pilah-pilah vendor mana yang menyediakan kredit (tanpa menaikkan harga) dan mana yang tidak.
- Menegosiasikan utang yang segera akan jatuh tempo, minta penundaan pembayaran khususnya kepada pemasok kebutuhan yang sifatnya tak rutin.
- Jika tahun lalu sudah, tahun ini mungkin tidak bayar dividend. Kalau terpaksa, bisa bayar dividend dengan saham.
- Jangan ada alokasi budget untuk Aset Tetap. Jika terlanjur ada, buat revisi budget.
- Bagaimanapun juga, coba lihat satu kwartal ke depan; apakah rasio ini bisa diperbaiki atau tidak. Jika iya, penggunaan kas bisa dinormalkan. Jika tidak, maka harus diperketat.
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2014/04/menghitung-dan-menginterpretasikan-rasio-laporan-keuangan/
http://www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-analisis-rasio-keuangan-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar